Halaman

Kamis, 21 April 2011

tugas SI PSI

A. 1. Case Name : anak Hiperaktif (ADHD)
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun bernama Bona dan bersekolah di sebuah TK. Bona yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja), sering memukul dan menendang tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang benda juga digunakan untuk melempar atau memukul, makan sambil berlarian dan berantakan seluruh makanannya, tidak memperhatikan jika diberitahu sesuatu, suka berteriak-teriak kasar, dan membanting benda-benda terutama jika permintaannya tidak segera dipenuhi
2. Pre Condition
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
3. Actor who initiate
• Orangtua
• Therapist
4. Steps
• Therapist bertanya kepada orangtua klien
• Therapist mencatat seluruh riwayat klien
• Therapist mulai melakukan program peubahan prilaku dengan klien
5. Post Condition
Berdasarkan informasi yang didapat oleh terapis maka terapis dapat menggunakan jenis terapis seperti :
Terapi bermain
Dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan.
6. Actor who get benefit
• Therapist
• Klien
• Keluarga


B. 1. Case Name : Autis
Seorang anak laki-laki bernama Kevin berusia 5 tahun. Kevin Sebelumnya ia tampak normal. Responnya pun masih normal. Jika dipanggil misalnya, ia akan menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya itu,” cara bicara Kevin yang lambat dan tidak jelas, bahkan, perilaku Kevin tampak semakin tidak seperti biasanya.
2. Pre Condition
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
3. Actor who initiate
• Therapist
• Orangtua
4. Steps
• Therapist bertanya kepada orangtua atau lingkungan sekitar subjek
• Therapist mencatat seluruh riwayat klien
• Therapist mulai melakukan konseling dengan memberikan terapi kepada klien



5. Post Condition
Terapi Autisme adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan Autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau peling sedikit mendekati anan seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA (Applied Behaviour Analysis); (2) terapi biomedik (medikamentosa); (3) terapi tambahan lain yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik. Adapun tujuan dari terapi Autisme adalah mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya.
6. Actor who get benefit
• Therapist
• Klien
• Keluarga


C. 1. Case name : Gangguan Anxietas menyeluruh
Seorang wanita bernama Rere berusia 19 tahun. Rere selalu merasa cemas ketika berbicara di depan orang banyak.
2. Pre Condition
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
3. Actor who initiate
• Therapist
• Klien


4. Steps
• Therapist bertanya kepada orang-orang di sekitar klien
• Therapist mencatat seluruh riwayat klien
• Therapist mulai melakukan konseling dengan menanyakan masalah-masalah seperti mengenai perasaannya untuk berbicara di depan satu atau dua orang sampai dengan perasaannya untuk berbicara di depan umum atau orang banyak.
• Therapist mengobservasi secara langsung hal-hal yang berkaitan seperti rasa tegang klien, was-was dll
5. Post Condition
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari subjek maka subjek dapat dibantu melalui Prosedur Desentisasi Sistematis yang didahului dengan Hierarki Kecemasan dan juga bisa menggunakan cognitive-behavioural therapy (CBT), pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.
6. Actor who benefit
• Therapist
• Klien

Rabu, 06 April 2011

tugas SI psikologi (contoh kasus)

TUGAS SI

Kasus 1: anak Hiperaktif (ADHD)
1. Pendekatan
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
2. Menggali Informasi Subjek
Setelah melakukan pendekatan, terapis mencoba menggali informasi dari ibu subjek mengenai ketertarikannya untuk datang ketempat terapi tersebut, jika setelah ibu subjek memberikan keterangan bahwa subjek sering kali berperilaku yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja). Lalu terapis dapat memulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai perilaku anaknya itu, yang tersusun dalam pedoman wawancara, seperti menanyakan. Selain menggunakan pedoman wawancara saat menggali informasi dari subjek terapis juga menggunakan alat tulis.
3. Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari subjek mengenai perilaku subjek yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja), sering memukul dan menendang tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang benda juga digunakan untuk melempar atau memukul, makan sambil berlarian dan berantakan seluruh makanannya, tidak memperhatikan jika diberitahu sesuatu, suka berteriak-teriak kasar, dan membanting benda-benda terutama jika permintaannya tidak segera dipenuhi, maka subjek dapat dikategorikan bahwa ia mengalami hiperaktif (ADHD). Dimana ketika subjek berada di sekolah, subjek terlihat kesulitan mengikuti proses belajar karena dia selalu saja berlari dan sulit sekali diminta duduk di kursinya. Guru dan teman-teman lain merasa terganggu karena setiap kali Bona diminta duduk, beberapa detik kemudian sudah berlari-lari lagi keliling ruang kelas sambil mengganggu temannya atau sampai keluar kelas. Maka dalam kasus ini, subjek dapat dibantu melalui pemberian terapi bermain bagi anak ADHD, yaitu Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktur dan konsistensi. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
4. Pelaksanaan Terapi
Terapis dilakukan dengan beberapa tahap, dan subjek dibantu oleh seluruh anggota keluarga, khususnya ibu subjek yang harus terus berada di samping subjek. membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising serta tempat duduk yang nyaman untuk melakukan terapi tersebut. Kemudian terapis membuat target perilaku, dan beberapa perilaku yang menjadi target dalam perubahan perilaku ini adalah:
- Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri. Memasukkan pensil, penghapus, dan buku ke tas setelah digunakan. (Tidak meninggalkan pensil, penghapus, dan buku di meja belajar, meja tamu, atau di ruang lain) Mengembalikan mainan ke wadahnya setelah digunakan. (Tidak melempar-lempar mainan jika tidak digunakan, jika melempar-lempar maka harus mengambil kembali dan dikembalikan ke wadahnya.)
- Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai, Menunggu Bapak, Ibu, pembantu, atau teman selesai ketika sedang berbicara tanpa memotong.
- Mengerjakan aktivitas sampai selesai, Menggambar sampai selesai. (Tidak berganti kertas gambar atau meninggalkannya sebelum gambar selesai dibuat.)
Karena program ini berbasis pada sistem aturan maka perilaku yang menjadi target dapat beberapa (tidak hanya satu) dengan catatan setiap target perilaku akan dibuatkan aturan yang detil dan jelas tentang perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan (dalam program yang direncanakan).
5. Evaluasi
Kasus ini akan selalu dievaluasi dan dimonitor menggunakan lembar evaluasi dan lembar monitoring yang dibuat saat perencanaan program (contoh lembar evaluasi dan lembar monitoring terlampir). Evaluasi dan monitoring dilakukan ibu subjek sebagai manajer program dan secara berkala akan didiskusikan bersama terapis untuk melihat efektivitas dan kemajuan program tersebut. Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
- Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri.
- Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
- Mengerjakan aktivitas sampai selesai.

Kasus 2: Autis
1. Pendekatan
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
2. Menggali Informasi Subjek
Setelah melakukan pendekatan, terapis mencoba menggali informasi dari ibu subjek mengenai ketertarikannya untuk datang ketempat terapi tersebut, jika setelah subjek memberikan keterangan bahwa anaknya mengalami Gangguan Perkembangan. Lalu terapis dapat memulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai gangguan perkembangan anaknya yang tersusun dalam pedoman wawancara. Selain menggunakan pedoman wawancara saat menggali informasi dari subjek terapis juga menggunakan alat tulis.
3. Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari keluarga subjek mengenai gangguan dalam perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain di sekitarnya secara wajar, maka subjek dapat dikategorikan bahwa ia mengalami autis. Dimana subjek mengalami gangguan yang menetap pada pola interaksi sosial, komunikasi yang menyimpang dan pola tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik) dan pada umumnya dan subjek mempunyai fungsi dibawah rata-rata. Maka dalam kasus ini, subjek dapat dibantu melalui Terapi perilaku, Terapi Biomedik.
4. Pelaksanaan Terapi
Terapis membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising untuk melakukan terapi tersebut. Pada umumnya terapi perilaku ini ditujukan untuk dua hal yaitu : (1) mengurangi atau menghilangkan perilaku yang berlebihan (mengamuk, agresif, melukai diri sendiri, teriak-teriak, hiperaktif tanpa tujuan dan perilaku lain yang tidak bermanfaat); (2) akan memunculkan perilaku yang masih berkekurangan yaitu: belum bisa bicara, belum merespon bila diajak bicara, kontak mata yang kurang, tidak punya inisiatif, tidak bisa berinteraksi wajar dengan lingkungannya/kurang mampu bersosialisasi . Terapi biomedik meliputi: (1) Pemberian obat-obatan (sesuai dengan gejala-gejala klinis/hasil laboratorium yang ditemukan). Juga bisa diberikan: psikotropika, antibiotik, anti jamur, anti virus, anti parasit; (2) Pengaturan diet tanpa pengawet, tanpa pewarna buatan, pengaturan makanan dengan cara eliminasi sementara dan rotasi, dll;(3) Pemberian Enzim pencernaan; (4) Pemberian Vitamin dan Mineral; (5) Asupan lain, misalnya asam lemak esensial, asam amino, antioksidan, probiotik, dll; (6) Perbaikan fungsi imunologi, sesuai dengan gangguannya; (7)
Chelation (Pengeluaran logam berat).
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika tahap pelaksanaan terapi berakhir. Maka terapis dapat mengutarakan kepada subjek melalui record yang telah dicatat sebelumnya oleh terapis mengenai kemajuan apa saja yang subjek telah capai dan hal apa saja yang harus diperbaiki oleh subjek. Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
- Harapan awal dari terapi yaitu subjek tidak berperilaku yang berlebihan (mangamuk, melukai diri sendiri, berteriak-teriak)
- Saat terapi dilakukan, subjek merasa nyaman.
- Setelah terapi berakhir, maka subjek diharapkan mampu belajar serta meningkatkan perkembangan subjek agar sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya.

Kasus 3: Kecemasan di depan Umum
1. Pendekatan
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.
2. Menggali Informasi Subjek
Setelah melakukan pendekatan, terapis mencoba menggali informasi dari subjek mengenai ketertarikannya untuk datang ketempat terapi tersebut, jika setelah subjek memberikan keterangan bahwa ia sering kali cemas ketika berbicara di depan orang banyak. Lalu terapis dapat memulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai rasa cemasnya ketika berbicara di depan orang banyak yang tersusun dalam pedoman wawancara serta recorder untuk merekam informasi yang dikatakan subjek, seperti menanyakan “Latar belakang dari ia merasa cemas jika berbicara orang banyak”. Selain menggunakan pedoman wawancara dan recorder saat menggali informasi dari subjek terapis juga menggunakan alat tulis.
3. Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari subjek mengenai rasa cemasnya ketika berbicara di depan orang banyak, maka subjek dapat dikategorikan bahwa ia mengalami kecemasan berbicara di depan umum. Dimana ketika subjek berbicara di depan orang banyak ia akan menyadari bahwa kecemasannya tidak rasional, tetapi ia tetap merasakan bahwa munculnya kecemasan hanya dapat diredakan apabila ia dapat menghindari untuk berbicara di depan orang banyak. Maka dalam kasus ini, subjek dapat dibantu melalui Prosedur Desentisasi Sistematis yang didahului dengan Hierarki Kecemasan dan juga bisa menggunakan cognitive-behavioural therapy (CBT), pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.
4. Pelaksanaan Terapi dan Pengontrolan
Terapis membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising serta tempat duduk yang nyaman untuk melakukan terapi tersebut. Kemudian terapis membantu subjek menyusun suatu hierarki dari mendengar cerita mengenai perasaannya untuk berbicara di depan satu atau dua orang sampai dengan perasaannya untuk berbicara di depan umum atau orang banyak. Maka setelah hierarki tersusun, prosedur desentisasi dimulai. Subjek diminta untuk duduk dengan mata tertutup di kursi yang nyaman dengan terapis menguraikan situasi yang tidak membuatnya begitu mencemaskan. Jika subjek dapat membayangkan dirinya berada dalam situasi tersebut tanpa adanya ketegangan otot yang meningkat, terapis akan melanjutkan hal atau situasi lain yang sudah tersusun dalam hierarki. Tetapi jika subjek mengalami kecemasan pada saat membayangkan suatu situasi dengan tingkat tertentu, maka subjek dilatih untuk mengkonsentrasikan pada situasi rileks, sehingga dengan melakukannya berkali-kali kecemasan subjek akan dapat dinetralkan.
Sedangkan pengontrolan dapat dilakukan saat prosedur desentisasi sistematis dilaksanakan, terapis melakukan pengontrolan ketika subjek mengalami kecemasan dalam tingkat tertentu pada hierarki kecemasan sehingga terapis dapat menenangkan subjek dalam situasi rileks.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika tahap pelaksanaan terapi berakhir. Maka terapis dapat mengutarakan kepada subjek melalui record yang telah dicatat sebelumnya oleh terapis mengenai kemajuan apa saja yang subjek telah capai dan hal apa saja yang harus diperbaiki oleh subjek. Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
- Harapan awal dari terapi yaitu subjek tidak merasakan kecemasan yang irrasional ketika berbicara di depan orang banyak.
- Saat terapi dilakukan, subjek mengalami kecemasan ketika mencapai tahap tertentu dan terapis mencoba menghadapkan subjek di depan orang banyak. Maka terapis berusaha membuat subjek berkonsentrasi pada situasi rileks, sehingga kecemasan subjek netral.
- Setelah terapi berakhir, maka subjek diharapkan untuk dapat menyesuaikan dirinya di luar situasi terapi dan subjek diharapkan dapat menaklukan rasa cemasnya ketika berbicara di depan orang banyak.

Sabtu, 16 Oktober 2010

tugass konsumenn " Keputusan & persepsi konsumen "

Keputusan dan persepsi Konsumennn ..

A. Proses dan Perilaku Pengambilan Keputusan
Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa: setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu.
Sedangkan menurut Lamb, et al (2001) menyatakan bahwa: keputusan konsumen untuk menetapkan pilihan terhadap suatu produk dan pilihan-pilihan jasa dapat berubah secara terus-menerus. Setelah mendapatkan informasi dan merancang sejumlah pertimbangan dari produk yang tersedia, konsumen siap untuk membuat suatu keputusan.
Berdasarkan uraian di atas berbagai macam keputusan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka telah mengambil keputusan. Sebuah keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan.
Suatu keputusan melibatkan pilihan alternatif. Pemasaran biasanya terkait pada perilaku pembelian konsumen, terutama pilihan mereka. Semua aspek pengaruh dan kognisi dilibatkan dalam pengambilan keputusan konsumen. Akan tetapi inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengkombinasi pengetahuan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Proses pengambilan keputusan tersebut antara lain:
1. Pengenalan masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi yang sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal atau rangsangan eksternal seseorang.
2. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, antara lain:
Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, dan kenalan
Sumber komersil : iklan, tenaga penjualan, penyalur, pameran
Sumber umum : media massa, organisasi konsumen
Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, menggunakan produk
3. Evaluasi alternatif
Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional.
4. Keputusan membeli
Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap pilihan-pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Walaupun demikian ada dua faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal, antara lain:
Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap altenatif pilihan konsumen
Motivasi konsumen untuk menuruti keingian orang lain tersebut
Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkian konsumen akan menyesuaikan tujuan pembeliannya. Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.
5. Perilaku sesudah pembelian
Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan menggunakan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan minat pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung periode sesudah pembelian.
Kepuasan pembelian merupakn fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna produk tersebut dibawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Jika memenuhi harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas. Perasaan-perasaan ini mempunyai arti dalam hal apakah pelanggan akan membeli produk itu lagi dan membicarakan tentang produk tersebut kepada orang lain secara menguntungkan atau merugikan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan menurut Kismono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Faktor Budaya
Merupakan penentu yang paling fundamental dalam membentuk keinginan dalam keputusn pembelian karena berdasarkan persepsi, represi, dan proses sosialisasi lingkungan.
2. Faktor Sosial
Merupakan faktor yang mempengaruhi kelompok reprensi, keluarga, dan peranan sosial dalam masyarakat
3. Faktor Kepribadian
Merupakan faktor karakteristik pribadi yang memepengaruhi tingkah laku.
4. Faktor Psikologis
Terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, dan keyakinan.
B. Persepsi Konsumen
Boyd, et al (2000) menyatakan bahwa: persepsi (perception) adalah proses dengan apa seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasi informasi.
Menurut Lamb, et al (2001) menyatakan bahwa: karakteristik pribadi konsumen – seperti kebutuhan, sikap, kepercayaan, dan pengalaman masa lalu tertentu mereka terhadap kategori produk – mempengaruhi informasi yang mereka perhatikan, kuasai dan ingat. Karakteristik pesan itu sendiri dan cara pesan itu disampaikan juga mempengaruhi persepsi konsumen. Proses dimana kita memilih, mengatur dan menginterpretasikan rangsangan (stimulus) kedalam gambaran yang memberi makna dan melekat disebut persepsi. Singkatnya, persepsi adalah cara kita memandang dunia di sekitar kita serta bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kita membutuhkan bantuan dalam membuat suatu keputusan pembelian.
Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subyektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya.
Dibandingkan dengan perusahaan manufaktur, pemasaran jasa menghadapi beberapa masalah yang unik dalam penawarannya. Sebelum pembelian terjadi, seseorang mungkin saja menggunakan konsumen lain sebagai petunjuk jasa yang akan dibelinya dan untuk segmen pasar jasa tersebut. Konsumen lain dapat juga mempengaruhi persepsi tentang jasa.
Sering terjadi bahwa pengalaman tentang jasa itu sendiri sering dipengaruhi oleh konsumen lain. Pengalaman seorang konsumen bisa saja dengan mudah mempengaruhi sejumlah konsumen lain. Kadang-kadang, kebutuhan seorang konsumen bahkan bertentangan dengan konsumen lain.
Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa (consumer perceived service quality) merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa dari sudut pandang konsumen. Hal ini yang harus di kenali oleh pemasar, untuk mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk atau jasa. Konsumen akan mau membayar lebih apabila mereka kebutuhan telah terpenuhi dan memuaskan.
Referensi:
Kismono, Gugup. 2001. Pengantar Bisnis. Yogyakarta : BPFE
Lamb, Charles W; Joseph F. Hair; dan Carl McDaniel. 2001. Pemasaran. Alih Bahasa. David Octarevia. Edisi Pertama. Jilid Pertama. Jakarta: Salemba Empat
Boyd, W. Harper Jr., Orville C. Jr. Dan Jean-Claude Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Jakarta: Erlangga
Schiffman, Leon dan Kanuk, Leslie Lazar. 2007. Perilaku Konsumen. Alih Bahasa. Jakarta: Indeks

Sabtu, 09 Oktober 2010

tugas psikoligi konsumen

Perilaku Konsumen

  1. A. Pengertian

Setelah kita membahas tentang psikologi konsumen, konsep konsumsi, konsumen, konsumtif dan konsumerisme, sekarang saatnya kita akan membahas tentang perilaku konsumen itu sendiri.

Perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

Selain itu perilku konsumen merupakan,“Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services” (Loudon dan Della Bitta, 1993). Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

Sedangkan menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

Dari pengertian di atas, ada dua elemen penting yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan elemen kegiatan secara fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli barang dan jasa adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Jadi perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi oleh konsumen saja, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaan dan dalam kondisi macam apa produk dan jasa yang dibeli.

  1. B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan landasan teori dan berdasarkan keputusan pembelian dari pembeli.

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen berdasarkan landasan teori

Berdasarkan landasan teori, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Y Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

Y Faktor internal

Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen berdasarkan keputusan pembelian dari pembeli

Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.

Y Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam bagi perilaku konsumen. Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.

Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.

Y Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung. Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama.

Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi.

Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat.

Y Faktor Pribadi

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.

Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang ).

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang.

Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Bila jenis- jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek.

Y Faktor Psikologis

Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan.

Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.

Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:

• Perhatian yang selektif

• Gangguan yang selektif

• Mengingat kembali yang selektif

Pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sedang kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

Y Faktor Marketing Strategy

Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah:

ü Barang

ü Harga

ü Periklanan dan

ü Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.

Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar 1.1 penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.

Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi.

Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.

  1. Contoh Kasus

Beberapa contoh yang mungkin bisa menjadi pedoman kita, yaitu:

Y Seseorang yang berencana untuk membeli rumah mewah. Sebelum membeli rumah tersebut, orang itu akan menimbang-nimbang harganya, model rumahnya dan luas atau tidaknya rumah tersebut, setelah itu baru membeli.

Y Mahasiswa yang ingin membeli buku. Sebelum membeli, mahasiswa tersebut akan terlebih dahulu mencari tehu pengarang buku tersebut dan melihat kualitas dari buku itu, baru membelinya.

Y Orang yang akan membeli makanan. Sebelum membeli, akan mencari tempat menjual makanan yang bersih, enak dan mungkin juga melihat dari harganya, baru membeli makanan tersebut.

Sumber referensi:

Y Anonim. Teori Perilaku Konsumen. digilib.petra.ac.id. Diakses 18 Agustus 2008.

Y Hamidah. Perilaku Konsumen Dan Tindakan Pemasaran. library.usu.ac.id. Diakses 18 Agustus 2008.

Y Wijayanti, Ani S. Pentingnya Perilaku Konsumen Dalam Menciptakan Iklan Yang Efektif . puslit.petra.ac.id. Diakses 18 Agustus 2008.

Sabtu, 02 Oktober 2010

tugas psikologi konsumen

Konsep Konsumsi, Konsumen, Konsumtif, dan Konsumerisme
1. Konsumsi
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Konsumsi merupakan tindakan pemenuhan kebutuhan atau tindakan menghabiskan dan atau mengurangi nilai guna suatu barang atau jasa. Kegiatan konsumsi merupakan tindakan pemuasan atas berbagai jenis tuntutan kebutuhan manusia.
Menurut Chaney (2003) konsumsi adalah seluruh tipe aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga dapat di pakai untuk mencirikan dan mengenal mereka, selain (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Chaney menambahkan, gagasan bahwa konsumsi telah menjadi (atau sedang menjadi) fokus utama kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural mendasari gagasan lebih umum dari budaya konsumen.
Menurut Braudrillard (2004), konsumsi adalah sistem yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi konsumsi itu sekaligus sebagai moral (sebuah sistemideologi) dan sistem komunikasi, struktur pertukaran. Dengan konsumsi sebagai moral, maka akan menjadi fungsi sosial yang memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti paksaan sosial yang tak disadari.
Contohnya : Menempati rumah, memakai parfum, menghabiskan makanan.
2. Konsumen
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen, menjelaskan definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut Philip Kotler, pengertian konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk di konsumsi pribadi.
Menurut Aziz Nasution, konsumen pada umumnya adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.
Contohnya : Remaja yang membeli pakaian di pusat perbelanjaan.
 Dua hal yang menjadikan seseorang disebut sebagai konsumen :
a. Membeli
Bagi seseorang yang memperoleh barang atau jasa dengan cara membeli, tentu dia terlibat dengan perjanjian dengan pelaku usaha/produsen.
b. Hadiah, Hibah dan Warisan
Seseorang memperoleh barang tetapi tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha atau dengan kata lain, seseorang memperoleh barang atau jasa dengan cuma – Cuma.

 Jenis Konsumen
a. Konsumen Antara
Setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa untuk digunakan dengan tujuan komersial atau dengan kata lain, mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan. Contoh : Distributor, Agen dan Pengecer .
b. Konsumen Akhir
Setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa untuk tujuan memenuhi hidupnya pribadi, keluarga dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

3. Konsumtif
Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
Menurut Lubis (dalam Lina & Rasyid, 1997) mendefinisikan perilaku konsumtif sebagai perilaku membeli atau memakai yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional melainkan adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.
Adapun pengertian konsumtif, menurut Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), yaitu batasan tentang perilaku konsumtif yaitu sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas. Definisi konsep perilaku konsumtif sebenarnya amat variatif. Tapi pada intinya perilaku konsumtif adalah membeli atau mengunakan barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan.
Contohnya : remaja yang selalu ingin tampil gaul, membeli segala barang yang di anggapnya sedang up to date. Seperti membeli pakaian yang modis, membeli handphone terbaru.
4. Konsumerisme
Konsumerisme adalah kata yang diadopsi dari bahasa asing yaitu consumerism. Menurut Encyclopedia Britanica, Konsumerisme sebagai gerakan atau kebijaksanaan yang diarahkan untuk menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan untuk kepentingan pihak pembeli.
Konsumerisme adalah kebijakan dan aktivitas yang dirancang untuk melindungi kepentingan dan hak konsumen ketika mereka terlibat dalam hubungan pertukaran dengan organisasi jenis apa pun.
Konsumerisme baru adalah konsumerisme kontemporer, yang umumnya diduga dimulai dengan pidato presiden Kennedy pada tahun 1962 tentang pernyataan hak-hak konsumen.
Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme (consumerism) adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dan sebagainya. Selain itu, arti kata ini adalah pemakaian barang dan jasa. Bila kita telesuri makna kata konsumtivisme maupun konsumerisme bukan sesuatu hal yang baru. Sebab pada dasarnya -isme yang satu ini ternyata sudah lama ada dan sejak awal telah mengakar kuat di dalam kemanusiaan kita (our humanity). Hal ini bisa kita lihat dari ekspresinya yang paling primitif hingga yang paling mutakhir di jaman modern ini.
Sumber:

 DAPUS: Engel, F.J, dkk. 1994. Perilaku Konsumen Edisi keenam. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

tugas psikologi konsumen

Rabu, 12 Mei 2010

trauma anak palestina

demi kekerasan yang dilakukan rejim Zionis hampir setiap hari di Jalur Ghaza, ternyata mempengaruhi kondisi kejiwaan anak-anak di sana. Banyak orang tua yang mengisahkan perubahan perilaku anak-anak mereka karena terlalu sering mengalami dan menyaksikan pertumpahan darah yang terjadi di depan mata mereka.
Seorang ayah, dengan nada sedih menceritakan bagaimana puteranya yang berusia lima tahun, bernama Bara', mengoleskan cat mobil warna merah ke mainan beruang kecilnya yang diberi nama Memo. Bara kemudian menunjukkan Memo yang sudah berlumuran cat warna merah kepada sang ayah sambil berkata, "Ayah, orang-orang Israel telah membunuh Memo."
Ayah Bara langsung tersentak melihat apa yang dilakukan puteranya."Saya sangat tercengang, bukan karena ia telah membuang-buang cat mobil saya yang sangat susah didapat dalam kondisi Ghaza sedang dalam pengepungan, tapi karena melihat anak saya kehilangan sifat anak-anaknya dalam usia semuda itu, " ujarnya.
"Hati saya hancur melihat putera saya berpikiran seperti itu, " sambungnya.
Lain lagi yang terjadi pada Asil, anak Palestina lainnya yang masih berusia 8 tahun. Suatu hari, Asil tidur dengan memdekap boneka di satu tangannya dan sebuah pulpen bertinta merah di tangan satunya lagi. Beberapa menit kemudian terdengar suara Asil menjerit. Keluarganya kaget dan langsung berlari ke kamar Asil.
"Bonekaku mati. Dia sedang tidur ketika Israel membunuhnya dengan misil, " kata Asil sambil menunjukkan bonekanya yang kini sudah berwarna merah. Asil rupanya menggunakan pulpen bertinta merah itu untuk mencoret-coret bonekanya, seolah-olah sebagai darah.
Melihat semua itu, sang ibu yang sudah kehilangan kata-kata hanya bilang, "Kita harus segera menguburkannya."
"Cuma itu permainan mereka sejak holocaust di Ghaza, " kata ibu Asil sambil menangis, menceritakan tentang pembantaian keji yang baru-baru ini dilakukan Israel ke Jalur Ghaza, yang menyebabkan 129 warga Ghaza, 40 anak-anak termasuk seorang bayi yang baru lahir dan 13 kaum perempuan, gugur.
Sementara itu, tak jauh dari rumah Asil, tinggalah Sufian, bocah Palestina berusia 12 tahun. Beberapa hari belakangan ini, Sufian merengek minta dibelikan sebotol tinta berwarna merah. Ayah Sufian berpikir, tinta itu dibutuhkan untuk keperluan pelajaran menggambar di sekolah puteranya, sehingga sang ayah pun membelikan sebotol tinta berwarna merah.
Begitu mendapatkan botol tinta itu, Sufian mengumpulkan semua mainannya dan mainan saudara-saudaranya yang lain, dan mengecat mainan-mainan itu dengan sebotol tinta merah yang dimintanya. Lalu Sufian berkata pada ayahnya, "Lihatlah, apa yang telah dilakukan Israel pada mainan-mainan kami. Ini adalah holocaust yang dilakukan Israel."
pakar mengatakan, apa yang terjadi pada anak-anak di Ghaza merupakan dampak yang alamiah akibat trauma kehidupan yang mereka alami.
"Kita mendapatkannya dari lingkungan sekitar kita, " kata Fadl Abu-Haien, profesor bidang psikologi di Universitas al-Aqsa di Ghaza. Anak-anak itu, kata Abu Haien, tinggal di Ghaza yang kini sedang dikepung dan di tengah pemandangan pertumpahan darah dan agresi yang tak henti dilakukan Israel.
"Banyak di antara mereka, bahkan menyaksikan orang-orang yang mereka cintai meninggal, " tukas Abu Haien.
Menurut Abu Haien, ia menjumpai lebih dari 150 anak yang secara psikologis mengalami ketakutan, menunjukkan gejala depresi dan selalu gelisah, pasca pembantaian Israel kemarin.
Gejala memprihatinkan ini, sudah diamati oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mengatakan bahwa "anak-anak Palestina menghadapi bahaya berupa kehancuran psikologis yang sulit dipulihkan."
Tahun 2006, studi yang dilakukan Queen Univesrity, Kanada menyebutkan, mayoritas anak-anak di Palestina pernah merasakan kena gas air mata, menyaksikan rumah-rumah mereka dihancurkan dan menjadi saksi hidup pertempuran serta ledakan-ledakan bom. Hasil studi itu menyimpulkan, kekerasan yang sudah terpola sedemikian rupa, membuat anak-anak Palestina takut untuk hidup.
"Ada lubang hitam yang tumbuh di dalam pikiran dan jiwa mereka, " tambah Profesor Abu Haien.