Halaman

Rabu, 12 Mei 2010

pernikakahan di bawah umur...

Di Semarang, pernikahan antara seorang syekh dengan seorang gadis di bawah umur kemungkinan besar dibatalkan. Agustus silam Pujiono Cahyo Widiyanto, usahawan kaya serta kiai berusia 43 tahun, menikahi Lutfiana Ulfa, 12 tahun, gadis dari keluarga miskin. Kasus ini menimbulkan banyak kehebohan dan memicu serangkaian protes, antara lain dari Komnas Perlindungan Anak. Ketuanya, Seto Mulyadi, Selasa kemarin menemui Syekh Puji. Berikut penjelasannya mengenai hasil pertemuan itu.
Seto Mulyadi [SM]: Beliau sangat menghargai kedatangan kami dari Komnas Perlindungan Anak dan kemudian juga meminta maaf atas semua pernyataan-pernyataannya dan atas desakan atau permintaan dari Komnas Perlindungan Anak untuk membatalkan pernikahan tersebut, akhirnya Syekh Puji menyatakan setuju mau menerima, dan akan segera mengembalikan gadis berusia di bawah 12 tahun tadi kepada orang tuanya dengan disaksikan oleh Komnas Perlindungan Anak.
Radio Nederland Wereldomroep [RNW]: Berdasarkan apa keputusannya itu?
SM: Keputusan itu didasarkan penjelasan-penjelasan dari kami bahwa walaupun mungkin menurut Syariat Islam itu benar, tetapi menurut hukum positif di Indonesia hal itu tidak bisa dibenarkan. Karena bertentangan dengan undang-undang perkawinan dan juga undang-undang perlindungan anak serta KUHP, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 288 ayat 1.
RNW: Apakah kasus semacam ini sering terjadi di Indonesia?
Menjadi pelajaran berhargaSM: Ya, nampaknya banyak terjadi di desa-desa baik itu di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur dan memang hal ini karena kadang-kadang kurangnya sosialisasi. Jadi ini mungkin dengan sadarnya Syekh Puji mengenai kekeliruannya bisa menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat luas untuk tidak mentoleransi adanya pernikahan pada anak-anak di bawah umur.
RNW: Tapi kan sebenarnya sudah ada ya, undang-undang yang melarang pernikahan di bawah usia 16 tahun. Mengapa perkawinan di bawah umur masih tetap terjadi?
SM: Ya, justru tadi karena kurang tersosialisasikannya undang-undang tersebut. Beberapa pihak melihat Syariat Islam itu dimungkinkan pernikahan yang dilakukan oleh seorang perempuan asal sudah akil balik dan sudah menstruasi.
RNW: Soal undang-undang perkawinan ya, menurut Anda undang-undang ini cukup melindungi hak gadis di bawah umur, hak anak?
SM: Seharusnya dengan adanya undang-undang ini melindungi hak gadis di bawah umur. Mungkin juga masih ada ditambahi lagi dengan adanya undang-undang perlindungan anak, khususnya pasal yang berkaitan dengan tentu melakukan hubungan badan antara pria dan wanita pada anak-anak yaitu pada pasal 81, 82 dan juga pasal 88.
RNW: Ya, tapi ini kan sebenarnya masalah tradisional ya. Lalu bagaimana cara menghadapi aturan-aturan tradisional yang justru seringkali melanggar hak anak?Menyadari kekeliruanSM: Itu tadi sosialisasi yang harus lebih gencar lagi dilakukan dengan adanya seruan untuk menciptakan A World Fit for Children, dunia ramah anak, maka kita juga lihat adanya upaya-upaya pemerintah untuk menggalakkan moto kota yang ramah anak, desa yang ramah anak sehingga hak-hak anak betul-betul dapat dijunjung tinggi dan anak-anak dapat dilindungi dari berbagai tindak kekerasan maupun penyalahgunaan.
RNW: Lalu bagaimana Anda menanggapi keputusan si Syekh itu untuk membatalkan pernikahan?
SM: Ya, saya memberikan apresiasi yang cukup tinggi karena Syekh itu akhirnya menyadari kekeliruannya. Artinya berani untuk bertanggungjawab dan kemudian sesuai dengan hukum positif di Indonesia bahwa itu dilarang, maka berani untuk membatalkan pernikahan tersebut, dan kemudian akan menyerahkan kembali atau mengembalikan kepada kedua orang tuanya.
RNW: Tapi sebenarnya saya juga dengar bahwa orang tuanya sebenarnya juga sudah merestui pernikahan ini ya pak?
SM: Itu tadi karena kurangnya dipahami di desa-desa mengenai adanya undang-undang yang melarang anak di bawah umur untuk dinikahkan. Jadi bisa saja merestui karena tidak tahu. Jadi kami sebetulnya juga akan segera menemui kedua orang tuanya untuk menjelaskan ini semua supaya berkenan untuk menerima kembali putrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar